Wujudkan Kolaborasi Lintas Mapel

19 Nov 2021 | by Yeti Chotimah, M.Arts

Sekolah kami SMPN 3 Rogojampi Banyuwangi sudah melakukan kegiatan tatap muka terbatas. Tentu ini menyenangkan bagi murid, namun keberadaan arti tugas kadang membuat murid jenuh dan tidak banyak yang menyerahkan hasil penugasan tepat waktu. PJJ yang berlangsung lama, berpengaruh terhadap daya belajar murid. Begitu raport sisipan dibagikan, banyak nilai murid yang kosong. Setelah saya melakukan survey kepada 3 kelas, banyak yang merasa tugas dari guru terlalu banyak sehingga bingung untuk menyelesaikannya. Keresahan ini memotivasi saya untuk menelaah KD mapel Prakarya, IPA, Seni budaya dan Bahasa Indonesia. Ternyata ada KD yang memungkinkan adanya satu tugas untuk penilaian bersama. Kemudian, saya  melihat materi IPA yang daya serapnya rendah. Maka ketemulah materi sistem reproduksi. Karena selain dirasa sulit juga masih tabu bagi sebagian murid. Selanjutnya saya mengadakan musyawarah dengan teman pengampu mapel tersebut dan menyampaikan keresahan murid.

Dalam musyawarah, muncullah ide membuat produk yang mempunyai nilai estetik, bisa dibuat secara bersama-sama antara guru dan murid dan bisa dimanfaatkan satu tugas untuk penilaian beberapa mata pelajaran. Munculah ide mengajari murid membuat clay, sedangkan pelaporannya bisa untuk deskripsi penilaian Bahasa Indonesia, produknya menjadi penilaian Prakarya, prose menjadi penilaian seni budaya selanjutnya produk bisa digunakan untuk media pembelajaran IPA . Alhamdulillah teman-teman sepakat, dan kami melaksanakan praktek pengajaran kolaborasi literasi antar mapel tersebut.

Pertama saya selaku guru seni budaya, memberikan materi tentang clay. Saya menyampaikan tentang permberlakuan penugasan untuk multi penilaian mapel. Kemudian murid membuat clay secara bersama-sama. Pembuatan clay satu kelas untuk satu produk media. Clay terbuat dari campuran beberapa tepung, dan soda lalu di uleni sampai pada tingkat kelembaman tertentu kemudian proses pembentukan, pengeringan baru dipoles dengan pewarna tertentu. 

Saat pembuatan clay berlangsung, murid sangat antusias sekali apalagi mengkonstruksi kontur alat reproduksi. Mengkonstruksi menjadi alat reproduksi, murid diharuskan membaca dan mencatat prosesnya. Murid merasa diajak mengeksplor pengetahuan pada proses membetuk clay menjadi alat reproduksi. Kata kunci pada proses ini, guru tidak mudah menyalahkan murid, meski kadang konsep mereka keliru. Guru sepatutnya memberikan klarifikasi dari miskonsepsi murid dengan cara bijak. Kolaborasi saat menentukan ukuran media, pewarnaan dan berdiskusi merupakan bagian terpenting murid bertukar pendapat. Keputusan bersama menjadikan murid tidak merasa terintimidasi justru eksistensi kemampuan mereka marasa dihargai.   

Tatap muka berikutnya setiap murid membuat laporan untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Saat pembelajaran IPA, media tersebut saya jadikan sebagai media pembelajaran materi reproduksi. Karena mereka mengalami dan menuliskan maka akan menjadi long memory. Mereka sangat aktif saat pembelajaran berlangsung. Respon murid mengalami kenaikan sampai dengan 95% dari sebelumnya. Apalagi media bisa dijadikan sebagai game interaktif bagi murid. Karya mereka saya pajang diantara buku-buku di rak baca pojok kelas. Sehingga pada jam tertentu saat senggang, mereka bisa memainkannya sebagai pengisi waktu luang. Keceriaan saat menggunakan media, peningkatan respon belajar dan peningkatan pemenuhan nilai tugas merupakan indikator keberhasilan yang bisa menjawab keresahan guru.  

Empat mapel dalam satu tugas berkesinambungan, memudahkan guru mengontrol pembelajaran murid. Terpenting lagi, murid tidak merasa banyak terbebani tugas. Memang setiap murid mempunyai perbedaan yang unik. Namun kolaborasi akan membuat semua menjadi lebih mudah dan lebih baik.


Simak Video Pemaparan Oleh Ibu Yeti Chotimah