PEMBELAJARAN VIRTUAL DENGAN TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY (AR)

12 Dec 2020 | by Farid Mawardi

Tahun 2020 merupakan tantangan baru dalam dunia Pendidikan. Sebagai upaya menekan penyebaran virus covid 19 di Indonesia, sejumlah daerah menerapkan pembelajaran secara virtual. Kondisi ini pastinya menjadi tantangan bagi guru karena porsi mengajar sangat berbeda dibandingkan jika siswa belajar di sekolah. Keresahan seperti ini hampir di alami semua orangtua yang bekerja. Akan tetapi tantangan ini membuat orangtua lebih mengenal karakter dan keseharian anak. Bagaimana orangtua harus memberi semangat dan dukungan kepada anak agar mereka bisa belajar dengan mood yang baik. Tidak bisa di pungkiri, Ketika anak belajar menggunakan laptop atau ponsel konsentrasinya akan terbagi. Apalagi jika belajar secara virtual dari rumah, anak akan merasa lebih santai karena hanya di awasi oleh orangtua.

Setelah saya mendapatkan materi tentang Peta Empati di Wardah Inspiring Teachers 2020, saya melakukan survey untuk mengetahui apa yang dipikirkan siswa, apa yang mereka lihat, apa yang mereka bicarakan, apa yang mereka dengarkan dan akhirnya muncul sebuah keresahan dan harapan siswa selama Belajar dari Rumah (BDR). Berdasarkan hasil survey tersebut, dari 72 responden terdapat siswa yang masih merasa bingung ketika belajar secara daring. Hampir semua siswa merasa bahwa belajar daring itu cukup menarik karena menggunakan alat-alat yang canggih, akan tetapi tidak semua anak memiliki perangkat yang sama. Terkadang ada siswa yang merasa jenuh saat belajar dan akhirnya memilih bermain game, nonton drama korea dan membaca webtoon sambil melakukan meeting dengan gurunya.

Selama belajar dari rumah, siswa mendapatkan buku pelajaran dari perpustakaan, akan tetapi ketika siswa belajar sendiri dan tidak punya aplikasi belajar, membuat siswa bosan dan frustasi. Muncul banyak versi kekhawatiran seperti tidak tepat mengumpul tugas, ketinggalan materi pelajaran, tugas menumpuk, bahkan ada yang takut mengumpul tugas karena takut salah dan membuat anak tidak percaya diri.

Pada akhir kegiatan Peta Empati, siswa menuliskan keresahan dan harapan yang mereka rasakan. Membaca tulisan-tulisan siswa rasanya penuh haru. Siswa berharap semoga pandemi covid 19 ini segera berlalu agar bisa segera bertemu dengan guru-guru dan belajar bersama teman-temannya di sekolah. Selain itu, siswa berharap guru tetap semangat untuk terus berinovasi menghadirkan pembelajaran yang bermakna meskipun belajar secara daring.

Tahap selanjutnya yaitu menyusun kanvas media pembelajaran, berdasarkan keresahan dan harapan siswa, Selama pandemi covid 19 transformasi digital berkembang dengan sangat cepat. Saya melihat ketertarikan siswa pada teknologi Augmented Reality (AR) cocok untuk di kembangkan pada pembelajaran merdeka belajar di masa pandemi. Siswa ingin memahami materi yang ada dalam buku pelajaran dan Teknologi Augmented Reality akan menampilkan tutorial yang muncul saat siswa memindai marker pada buku pelajarannya. Berdasarkan hal tersebut saya mengembangkan Aplikasi GRADE (Graphic Desain) berbasis Augmented Reality untuk menampilkan video tutorial pembelajaran menggunakan marker yang ada di dalam buku pelajaran siswa.

Aplikasi GRADE dikembangkan dengan konsep yang sederhana. Cukup dengan Instal aplikasi GRADE, siswa sudah dapat memindai markernya tanpa harus terkoneksi dengan internet. Pada implementasi teknologi AR secara virtual di rumah cukup praktis yakni Guru menjelaskan tujuan pembelajaran melalui google meeting kemudian memberikan arahakan kepada siswa untuk membuka materi pada buku pelajaran. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca materi pelajaran kemudian melakukan pretest. Selanjutnya guru menampilkan halaman marker yang digunakan untuk menampilkan video tutorial pembelajaran menggunakan aplikasi Grade. Pada aplikasi grade terdapat menu scan AR, kemudian marker yang digunakan di kembangkan dari halaman materi pada buku pelajaran terkait materi yang di pelajari. Kegiatan ini terus dikembangkan dan berjalan secara kontinu. Teknologi Augmented Reality mendapat dukungan dari sekolah untuk terus berkolaborasi baik dengan guru dan siswa menggunakan variasi marker yang menarik.

Setelah kegiatan ini di implementasikan, siswa dapat belajar dengan mandiri di rumah. Karena marker yang digunakan adalah buku pelajaran. Siswa dapat belajar dimana saja dan kapan saja. Saya berharap bahwa meskipun siswa menggunakan teknologi dalam pembelajaran, akan tetapi tetap memacu anak untuk mengembangkan literasi digital dengan terus membaca.

Refleksi pembelajaran virtual di masa pandemi yaitu bagaimana menjadi seorang guru yang mengerti akan keresahan siswa dan orangtua. Memahami kondisi dari sudut pandang siswa merupakan tantangan besar bagi guru. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi siswa dan mencari solusi yang tepat selama belajar virtual adalah kunci pembelajaran merdeka belajar.

Guru merdeka belajar di harapkan dapat merancang pembelajaran yang tidak hanya menarik bagi siswa tetapi juga bermakna. Selain itu, guru harus melakukan pendekatan dengan siswa melalui proses empati sebelum merancang media pembelajaran. Semoga pengalaman mengajar yang saya lakukan sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang di hadapi siswa selama belajar dari rumah. Buatlah media pembelajaran yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan siswa. Karena sesungguhnya makna merdeka belajar adalah pembelajaran yang bermakna dengan melakukan proses refleksi di akhir pembelajaran.