Alat Peraga Pop Up

11 Dec 2020 | by ASIH AMBARWATI

Cintai Budaya Lokal, Lestarikan Budaya Nasional
Oleh: Asih Ambarwati, S.Pd (SD Negeri Mejing 2, DIY)
SD Negeri Mejing 2 merupakan sekolah yang terletak di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di kelurahan Ambarketawang. Daerah urban dengan kondisi masyarakat dan perekonomian menengah ke bawah sehingga dalam segi perhatian kepada anak sangatlah kurang. Keseharian orang tua lebih banyak dihabiskan di luar rumah untuk mencari nafkah dibandingkan dengan mendampingi putra putri mereka belajar. Akibatnya kecerdasan anak dalam segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik amat kurang. Akan tetapi semangat dari siswa untuk menuntut ilmu sangatlah tinggi.


Kecamatan Gamping sendiri terutama kelurahan Ambarketawang terkenal dengan daerah yang menjunjung tinggi kearifan lokal dengan menyelenggarakan Festival Bekakak setiap tahunnya. Festival bekakak diselenggarakan setiap bulan Sapar sehingga upacara bekakak dikenal juga dengan nama Saparan. Bekakak diadakan untuk mengenang Nyai Wirosuto (abdi dalem Keraton), pembawa payung kebesaran Sultan Hamengkubowono I yang tidak ikut pindah ke Keraton yang baru, tetapi lebih memilih bertempat tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang Gamping. Upacara ini berisi arak-arakan budaya seperti jathilan dan boneka pengantin bergaya solo.


Dalam penyelenggaraannya hanya beberapa siswa SD Negeri Mejing 2 yang ikut berpartisipasi, ambil bagian menjadi model dengan memakai properti seperti jarik, beskap lalu berjalan kaki dengan rombongan yang lain. Sebagian besar masih merasa malu untuk ikut dalam upacara tersebut. Hal ini sangat disayangkan mengingat mereka adalah generasi penerus yang seharusnya bangga dan melestarikan budaya lokal nantinya.
Sebagai seorang guru yang mengajar di Kecamatan Gamping tentunya saya harus peduli, berkewajiban melestarikan kebudayaan lokal, serta membangkitkan kebanggaan siswa terhadap kebudayaan lokal maupun nasional. Upaya yang saya lakukan adalah menyelenggarakan pembelajaran menyenangkan berbasis kebudayaan sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran. Salah satunya menerapkan pembelajaran dengan alat peraga Pop Up. Media Pop Up termasuk media visual dan digolongkan ke dalam bentuk tiga dimensi. Pop Up mampu menampilkan visualisasi, sesuatu yang menarik dengan menampilkan gambar yang bergerak ketika dibuka. Materi yang saya ambil bermuatan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada kompetensi dasar menelaah keberagaman sosial budaya masyarakat di kelas V.


Pembelajaran Pop Up pada masa pandemi covid 19 dilakukan dari rumah (learning from home). Saya menugaskan pembuatan alat peraga Pop Up sebagai sebuah proyek (project based learning). Pembuatan proyek dilaksanakan secara individu dikarenakan adanya aturan pembatasan menjaga jarak (social distancing). Setiap siswa diberi kebebasan memilih materi yang mereka sukai. Materi tersebut antara lain tarian daerah, pakaian adat, rumah adat, maupun senjata dan alat musik tradisional.


Langkah awal yang saya lakukan adalah menyuruh siswa mendata siapa saja di kelas yang pernah berpartisipasi dalam upacara bekakak maupun acara serupa di lingkungan tempat tinggal mereka. Setelah itu, saya meminta siswa mencari artikel tentang kebudayaan. Saya menanyakan kepada mereka “ Hal positif apa yang dapat kamu petik setelah membaca artikel tersebut”. Sebagian dari mereka menjawab bahwa “ Sebagai generasi muda, kita berkewajiban melestarikan kebudayaan”. Berdasarkan observasi secara tidak langsung dari siswa, sekitar 85% belum berpartisipasi dalam acara-acara yang berhubungan dengan kebudayaan.


Pertemuan berikutnya, saya menyuruh siswa mengingat kembali saat penyelenggaraan upacara bekakak hal apa saja yang mereka lihat yang berhubungan dengan kebudayaan. Kemudian, saya mengajak siswa menjelajahi dunia maya (browsing) mencari tahu, membaca artikel tentang contoh kebudayaan yang akan dibuat. Referensi tidak hanya berasal dari internet tetapi bisa dari buku, surat kabar, majalah, maupun sumber belajar yang lain. Selain itu siswa membuka link yang saya bagikan. Mereka memperhatikan cara pembuatan Pop Up dari yang sederhana sampai yang rumit.
Selanjutnya pembuatan proyek Pop Up dimulai. Diawali dengan rencana rancangan yang akan dibuat, bahan-bahan yang diperlukan serta bagaimana langkah-langkah pembuatannya. Setiap siswa membuat deskripsi sederhana dan dikirim ke grup whatsapp agar dibaca dan ditanggapi oleh siswa yang lain. Rancangan setiap siswa berbeda sesuai minat mereka masing-masing.


Proses pembuatan Pop Up secara umum sebagai berikut. Bahan-bahan yang disiapkan antara lain gunting, pensil, lem, kertas manila atau kalender bekas, kertas lipat, dan pewarna. Langkah pertama adalah melipat simetris kertas berukuran 21 cm x 29,7 cm atau sama dengan kertas berukuran A4. Lipat sehingga berbentuk vertikal. Langkah kedua membuat potongan menjorok ke dalam sekitar 5 cm dengan jarak kedua potongan 4 cm. Langkah ketiga mendorong lipatan penyangga ke bagian dalam. Langkah keempat menggambar materi Pop Up pada kertas lain. Langkah kelima menempel Pop Up pada lipatan penyangga. Langkah terakhir membuat hiasan dan deskripsi. Deskripsi didapatkan dari buku maupun referensi dari internet.
Secara umum hasil karya siswa dalam membuat Pop Up materi Keberagaman Sosial Budaya masih sangat sederhana. Beberapa siswa masih belum menuliskan deskripsi kebudayaan yang dibuat. Meskipun begitu hasil karya siswa patut diapresiasi, diberikan motivasi sehingga siswa tertantang untuk membuat karya yang lebih baik. Pemberian motivasi diharapkan dapat menumbuhkan semangat juang dan meningkatkan kreativitas dalam proyek selanjutnya.


Pada tahap awal, kegiatan ini lebih berfokus pada bagaimana siswa mengenal kebudayaan terutama kebudayaan lokal kemudian dikaitkan dengan artikel bahwa salah satu cara menghargai kebudayaan adalah dengan mengenal maupun berpartisipasi dalam penyelenggaraan acara yang berkaitan dengan kebudayaan, menghargai kebudayaan. Karya Pop Up siswa pada tahap awal masih sederhana namun harus tetap diberikan suntikan motivasi.
Pada tahap penyempurnaan, karya siswa sudah lebih baik. Sudah terdapat deskripsi sederhana kebudayaan yang dibuat yang artinya siswa sudah berliterasi membaca, merangkum bacaan, dan menuangkannya dengan bahasa sendiri. Setelah itu siswa mengungkapkan alasan mereka memilih kebudayaan tersebut. Ungkapan siswa dituangkan dalam bentuk laporan sederhana.


Dengan dihasilkannya karya Pop Up, mereka akan menghargai kebudayaan lokal maupun nasional. Pengetahuan siswa tentang kebudayaan Indonesia menjadi bertambah dengan membaca artikel. Pada ranah psikomotorik, siswa mampu membuat karya berupa proyek Pop Up sehingga skill mereka bertambah. Rencana selanjutnya adalah karya tersebut akan dijadikan satu untuk dalam bentuk buku. Alternatif lain adalah saling bertukar Pop Up antara siswa satu dengan siswa yang lain sehingga menambah khasanah pengetahuan tentang kebudayaan.
Saya menyadari beberapa tahapan dalam kegiatan ini belum dilakukan secara maksimal. Hal ini dikarenakan terhalang pembelajaran yang diselenggarakan secara jarak jauh sehingga kesulitan dalam waktu dan kurang fokus. Namun akan saya perbaiki dalam kegiatan selanjutnya sesuai dengan hasil refleksi yang saya terima. Inilah penerapan pembelajaran yang saya lakukan dengan membuat proyek Pop Up untuk penumbuhan empati terhadap budaya lokal. Semoga praktik pembelajaran BAIK ini dapat bermanfaat untuk semua.