Ludo Bahasa Inggris: Media Yang Dirindukan Pasca Daring

20 Nov 2021 | by Fatria Ulfah

Saya adalah guru bahasa Inggris. Dalam pembelajaran lisan, murid diharapkan aktif berbicara.

Kelancarannya ditentukan oleh penguasaan banyak kosakata. Namun sepertinya murid saya memiliki stok

sedikit kosakata. Mereka tersendat-sendat berbicara. Mereka juga mempunyai motivasi yang rendah dan

tidak semangat untuk menambah penguasaan kosakata.

Murid butuh beragam aktivitas belajar untuk menghindari kebosanan yang menurunkan semangatnya.

Kebosanan mengerjakan latihan yang itu-itu saja. Selama ini, pembelajaran dominan memakai aktivitas

buku paket saja. Mereka sudah “kenyang” dengan aktivitas tersebut. Saya coba alihkan pada kegiatan

yang menggunakan handphone. Asumsi saya, mereka adalah generasi Z yang akrab dengan benda

teknologi. Saya menggunakan aplikasi game belajar. Anehnya, tetap saja kegiatan ini belum berdampak

banyak. Saya kira mereka akan menyukainya. Setelah saya gali dari mereka, ternyata penyebab belum

efektifnya game tersebut adalah faktor perangkat handphone sebagai alat utama yang digunakan.

Terbatasnya paket internet, kapasitas memori handphone yang kecil dan lokasi dengan sinyal yang buruk

membuat akses pada game ini jadi lemot. Saya tersadar dengan kealpaan empati yang saya lakukan.

Memang sebagian besar murid saya memiliki ekonomi menengah ke bawah.

Setelah mengikuti WIT 2021, saya mendapat pencerahan mengenai konsep merdeka belajar. Salah

satunya adalah merdeka terhadap cara belajar. Selama ini saya memutuskan sendiri cara pengajaran saya

tanpa melibatkan murid. Ternyata itu salah besar. Akhirnya, sebelum memutuskan media apa yang akan

saya dalami dalam pelatihan WIT ini, saya tawarkan dulu pilihan enam jenis media tersebut kepada murid.

Dalam pelatihan nanti, saya akan mengikuti sesuai pilihan mayoritas. Maka jatuhlah pilihan pada media

board game. Hasil yang mencengangkan. Asumsi awal, mereka adalah generasi Z, akan banyak memilih

media berbasis teknologi seperti aplikasi dan video. Ternyata tidak. Dari hasil sharing murid, mereka mulai

bosan dengan handphone selama pandemi. Mereka merindukan aktivitas kelas dengan interaksi tatap

muka dengan teman tanpa perantara perangkat teknologi tersebut. Mulailah saya merancang media

berdasarkan panduan pelatih. Dengan metode AMATI, TIRU dan MODIFIKASI, saya edit lah sebuah board

game. Bentuk dan aturan mainnya mirip dengan permainan Ludo. Tersedia dadu untuk menentukan jumlah

langkah. Bedanya, setiap kotak ada pertanyaan yang mesti dijawab untuk melaju pada kotak berikutnya.

Setelah melakukan uji coba, saya mengganti aturan permainan. Awalnya pemenang ditentukan oleh siapa

yang duluan sampai ke finish diubah menjadi siapa yang paling banyak berbicara dihitung dari jumlah

kosakata yang diucapkan. Saya juga menambahkan warna supaya lebih menarik dan gambar yang

membantu mendeskripsikan pertanyaan. Ini membuat murid lebih terbantu dalam memahami pertanyaan

dan membangun imajinasinya sehingga jadi lebih banyak kata yang terucap.

Ternyata apa yang saya lakukan memberi hasil yang tidak saya duga sama sekali. Media yang awalnya

saya kira media jadul (jaman dulu) dan sederhana, mampu menarik minat dan motivasi murid dalam

berbicara. Mereka bersemangat menambah jumlah kosakata supaya bisa memenangkan permainan.

Mereka menunggu – nunggu saat belajar bersama supaya bisa bermain. Ternyata kesedihan selama

pandemi yang membuat mereka terpaksa belajar dari rumah, terpisah dari teman, handphone dengan

pendukung perangkat yang belum memadai, bisa terobati dengan media ini. Mereka terlihat menikmati

saat bermain bersama. Saya dapat pelajaran bahwa saat kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas ini,

sebaiknya guru membawa suasana berbeda dengan pembelajaran selama daring.

Simak Video Media Boardgame Ibu Fatria Ulfah