Lagu mengubah kebiasaan di masa pandemi

11 Dec 2020 | by Ainun Markhamah, S.Pd

Anak dengan umur 6-7 tahun merupakan anak yang dalam pembelajaran harus menggunakan metode bermain, karena bermain adalah kebutuhan baginya. Kebahagiaan adalah hal utama yang harus mereka dapatkan dan wajib kita sebagai orang dewasa memberikan kepadanya. Sebagai guru, saya harus menurunkan frekuensi saya agar setara dengan mereka, seperti memilih bahasa yang mudah dicerna, menyediakan metode yang nyaman untuk mereka, menjadi tempat curhat paling ampuh dan teman bermain yang selalu dirindukan kedatangannya. Saya sangat kesulitan ketika saya awal masuk ke dunia mereka, karena tentu setiap guru memiliki pola tersendiri dalam mengarungi waktu bersama anak muridnya. Saya sangat paham ketika guru-guru lain yang sudah berpengalaman mampu sangat peka dalam memahami anak, namun saya benar-benar merasa sangat amatir, higga saya pun pernah mendengar “biarkan orang tua memiliki banyak masa lalu, namun yang muda dapat mengukir massa depan.” Hal ini membuat hati saya untuk teguh terus belajar dan berkolaborasi dengan teman-teman guru lain. Hingga saya mendapat info mengenai program wardah inspiring teacher. Akhirnya dengan nekat saya mendaftarkan diri guna menambah kapasitas saya dalam hal pengajaran. Segala teori pengajaran yang saya dapatkan di bangku kuliah lebih banyak mengacu pada pembelajaran luar jaringan. Namun, ketika saya lulus dari universitas semua sangat bertolak belakang karena sebuah pandemic yang menuntut pembelajaran dalam jaringan. Wardah inspiring teacher seperti sebuah jawaban dari keresahan saya sebagai guru yang amatiran. Saat awal saya dituntun kurikulum sekolah guru cikal khusus untuk para peserta wardah inspiring teacher dalam memahami apa itu merdeka belajar, guru merdeka belajar hingga merdeka belajar PJJ serta guru merdeka belajar PJJ. Pembelajaran jarak jauh pun akhirnya dapat dilakukan dengan selingan tatap muka, karena perubahan zona di daerah saya mengajar. Hal ini seperti angin segar untuk kami para guru, karena di kampung tidak semua orang tua memiliki handphone android atau yang memiliki android masih belum maksimal dapat menggunakan karena terkendala kuota dan keterampilan. Akhirnya kami dari pihak sekolah dan wali murid menyepakati pembelajaran tatap muka dilakukan dua kali dalam seminggu. Saat itu lah pas momen ketika kurikulum untuk berempati pada anak sehingga dapat membuat sebuah media yang membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya. Saat itulah saya berkomitmen dengan diri sendiri agar berempati dengan anak murid lebih dalam, walaupun bukan saya pemegang kelas secara penuh. Saya mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengobrol dengan anak, memperhatikan anak lebih dalam sehingga saya lebih mengetahui masalah yang dihadapi anak, kesukaan anak hingga hal-hal yang sering dikatakan serta dilakukan oleh anak murid. Saat awal-awal pembelajaran tatap muka, anak-anak melakukan pembelajaran dengan protokol kesehatan yang ketat. Anak-anak dalam mengobrol pun mereka sering mengobrolkan apa sebenarnya yang sedang terjadi, yaitu adanya sebuah virus korona. Orang tua pun saat di awal selalu membekali anak dengan protocol yang ketat, seperti memakaikan masker atau penutup wajah. Membawa meja pribadi dan alat tulis pribadi. Namun seiring berjalannya waktu, anak-anak dan orang tua mulai lengah. Anak-anak sudah dari rumah tidak memakai masker ataupun penutup wajah. Setelah melakukan proses empati yang cukup panjang, saya mendapatkan fakta bahwasannya anak suka dengan lagu ataupun dendangan serta hal-ahal yang menyenangkan. Untuk mengingatkan sesuatu anak-anak perlu dalam cara menyenangkan dan sebuah hal yang dapat diulang-ulang. Saat itulah akhirnya saya memutuskan untuk membuat sebuah media yang dapat dilakukan oleh anak maupun orang tua. Media tersebt adalah sebuah lagu. Lagu yang nadanya sudah sangat tidak asing lagi di telinga anak-anak maupun orang tua, namun dengan lirik yang diganti sesuai dengan kebutuhan anak. Lirik tersebut sangat bermakna dan maksud dari lirik tersebut langsung dengan mudah dapat dicerna atau diterima oleh anak serta murid. Nada lagu yang saya pilih adalah lagu balonku, dengan lirik seperti berikut : yuk kawan pakai masker Cuci tangan dengan sabun Selalu menjaga jarak Untuk cegah corona Siapa yang tak mau Dorr!!! Jangan sampai kita lupa Ayo kita ingatkan tuk jaga kesehatan Setiap lirik memiliki makna, dengan dipadukan menjadi sebuah pesan ringan yang dapat diterima oleh anak maupun orang tua. Saya ajak anak bernyanyi ketika di kelas dengan cara bersama-sama. Ketika saya menyanyikan lirik awal dengan nada balonku “yok kawan pakai masker” beberapa anak mengatakan “ooooh ini kayak lagu balonku!” lantas ku jawab “iyaa benar, sudah tau kan ya nadanya?! Yuk kita nyanyi bersama ya, bunda akan menyanyikannya sampai akhir, anak-anak boleh sambil mengikuti” mereka pun mengikuti nada dengan bersenandung kemudian saya ulangi lagi sembari mengajak semua mengikuti “ ayoook kita ulangi lagi ya yang kompak yuk nyanyi bersama” “okee bundaa!!”mereka pun lalu menyanyikan bersama dengan terbata-bata kemudian diulangi dan hampir lancar. Kemudian diulas kembali apa makna dari lirik-lirik lagu tersebut. Anak-anak suka dengan lagu tersebut dan teman-teman guru pun sangat mendukung dengan kehadiran lagu yang saya gubah tersebut. Teman guru dan anak-anak bernyanyi bersama. Beberapa hari setelah saya kenalkan dengan anak-anak lagu tersebut, ada anak yang dengan spontan ketika kegiatan luring “yuk kawan pakai masker” saya pun reflek melihat anak tersebut dengan senyum, betapa tersentuhnya saya ketika anak-anak mengingat dan mengulangi tanpa diingatkan. Ketika saya melihat anak tersebut “hehehe lagu itu ya bun” saya langsung meresponnya dengan gembira “iya lagu pakai masker, yuk nyanyi bersama! Yuk kawan pakai masker …..” saya dan anak itu pun bernyanyi bersama Saya sangat terharu suatu ketika saya sengaja ke rumah anak murid saya, karena anak murid saya juga sekaligus ponakan dari kakak ipar. Saya datang ke rumahnya karena akan memberikan sesuatu kepada kakak saya. Saya sengaja tidak mengenakan masker untuk menguji respon apa yang akan timbul pada murid saya. Ternyata murid saya tersebut menanyakan kepada saya “bun kok nggak pake itu?” *sambil menunjuk mulut maksudnya masker. Saya sangat senang ketika perubahan itu benar-benar dapat langsung dirasakan di depan mata. Lirik lagu tersebut sangat bermakna bagi mereka. Bahkan tidak hanya untuk mereka sendiri, mereka mau dan mampu mengingatkan orang lain. Awalnya saya pesimis dengan lagu yang saya gubah tersebut, namun ternyata mendapat respon positif dan juga memberikan dampak yang sangat progresif. Sebaiknya saya harus lebih berani kreatif lagi dalam menyajikan nada agar ada sebuah inovasi yang lebih bagus dalam pendidikan, khususnya dalam pengajaran yang saya lakukan. Setelah saya refleksi kembali, sangat benar media belajar bukanlah hal yang harus mahal dan sangat keren menurut standar saya. Media yang baik adalah yang dapat membantu anak menemani dalam menjalani kehidupannya, bermakna hingga sampai anak tersebut dapat menyerap manfaat dari media tersebut.