Menggnakan Media "Word Order Game" dalam Pembelajaran Pronoun dan Simple Present
01 Dec 2021 | by Denly Pritannia, S.S
Pembelajaran di era kenormalan baru melalui PTM terbatas memadukan kegiatan belajar sinkronus dan asinkronus. Oleh karena itu, murid terbiasa diarahkan untuk belajar mandiri terlebih dahulu sebelum mengikuti sesi tatap muka di sekolah, Hal serupa juga diterapkan pada mata pelajaran Bahasa Inggris materi “Comparative & Superlative Sentence”, di mana saya merancang PowerPoint sederhana terkait perubahan bentuk perbandingan kata sifat (Adjective) & kata keterangan cara (Adverb) termasuk cara membuat kalimatnya dengan harapan membantu murid memahami konsep tata Bahasa ini dengan lebih baik.
Tantangan dan kendala mulai saya temukan ketika banyak murid mengaku bingung saat belajar secara mandiri. Faktor utamanya datang dari persepsi murid bahwa Bahasa Inggris itu sulit dan bahkan kurang diminati. Akibatnya, di sesi tatap muka, saya harus menjelaskan lagi materi tersebut. Karena sekolah belum memiliki ketersediaan infokus yang memadai, saya pun tidak dapat menampilkan slide PowerPoint yang sudah dirancang sehingga harus menulis ulang serta menerangkan konsepnya dengan cara memadatkan materi. Tentunya anak-anak jenuh hanya melihat saya menulis dan mendengarkan saya menjelaskan di depan kelas. Selain itu, mereka juga harus mencatat dengan cepat karena dikejar oleh waktu belajar yang singkat. Intinya, pembelajaran menjadi tidak efektif, membosankan, kurang melibatkan murid, dan terkesan buru-buru.
Menanggapi tantangan tersebut, saya pun berinisiatif melakukan aksi perubahan dengan merancang media berbentuk “Chart” ukuran besar yang memuat kosakata, konsep dan contoh perubahan bentuk kata sifat (adjective) dan kata keterangan cara (adverb) menggunakan bahan sederhana. Media ini dapat menggantikan fungsi PowerPoint serta menghemat waktu menulis / mencatat di kelas karena murid dapat memfoto chart tersebut untuk dipelajari kembali dan hanya mencatat contoh atau konsep pentingnya saja. Saya juga memanfaatkan gambar tempat dan benda sebagai objek deskripsi yang memberikan stimulus dan meningkatkan antusiasme murid. Tak ketinggalan pula permainan “Act out the Adjective” sebagai Ice breaking di mana anak diajak memperagakan kata sifat Bahasa Inggris dengan seru sehingga suasana kelas yang semula jenuh dapat kembali bersemangat.
Di luar ekspektasi, sepanjang pembelajaran, banyak saya temukan senyuman-senyuman ceria murid saya sehingga secara tak langsung membuat saya ikut tersenyum bahagia bersama mereka. Mendapatkan respon positif seperti itu, saya tentunya menjadi semakin termotivasi untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih baik lagi. Pengalaman ini juga mengajarkan saya bahwa tidak semua yang praktis, mudah, atau canggih itu bermanfaat. Contohnya saja ketika saya merancang PowerPoint untuk mempermudah murid, namun ternyata di sesi sinkronusnya malah tidak efektif. Sebagai guru yang baik, tantangan seharusnya dapat menjadi motivasi serta inspirasi kita untuk terus berkembang. Ada banyak cara untuk mengoptimalkan pembelajaran meski terkadang kitalah yang harus siap repot dalam prosesnya. Setelah melaksanakan strategi pembelajaran ini, saya merasa apa yang saya rencanakan, lakukan, dan dapatkan sungguh berharga. Tidak ada hal yang merepotkan ketika niat kita sepenuhnya ditujukan untuk kebaikan murid kita. Belajar tidak perlu dipaksa dan mengajar juga tidak boleh terpaksa. Kunci pembelajaran efektif yang bermakna plus menyenangkan adalah “perubahan dari diri”, kreativitas tanpa batas, serta semangat aktif kita sebagai guru yang tidak pernah berhenti belajar.
Terima kasih…