Praktik Baik Jaring David (Pembelajaran Daring Media Video)

19 Nov 2021 | by Aristanika, S.Psi

Nama saya Aristanika, saya adalah seorang guru Bimbingan Konseling dari SMKN 2 Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. SMK tempat saya bekerja memiliki karakterisik latar belakang siswa dari ekonomi menengah kebawah, mayoritas dari ekonomi kebawah. Siswa kami banyak yang tinggal dari luar kota. Tempat-tempat yang mayoritas diluar jangkauan sinyal internet. Beberapa tinggal didalam kota, namun dengan keterbatasan ekonomi sehingga kuota menjadi kendala terbesar bagi pembelajaran daring disekolah kami. Adanya aturan bahwa SMK diperbolehkan melaksanakan pembelajaran praktik terbatas dengan persetujuan orang tua memberikan angin segar bagi para guru di SMK kami dalam melaksanakan pembelajaran. Hal itu hanya berlaku pada guru dari bidang keahlian kejuruan. Bagi kami guru umum masih disarankan untuk memberikan layanan daring atau memberikan tugas dalam waktu yang terbatas. Disisi lain siswa sudah mulai jemu dengan pembelajaran yang hanya diberikan tugas atau catatan. Mengikuti program Wardah Inspiring Teacher kembali mengingatkan saya bahwa sepenuhnya pembelajaran hendaknya berpusat kepada murid. Sehingga pembelajaran yang monoton hanya dengan pemberian tugas tanpa memperhatikan kebutuhan siswa tidak layak untuk dilakukan.  Saya berpikir bagaimana caranya agar tetap bisa menjangkau siswa saya, dimanapun, kapanpun namun dengan cara yang lebih menarik. Disisi lain saya mendapatkan informasi bahwa para siswa ini selalu aktif di media sosial, youtube, IG dan tiktok. Ini membuat saya jadi terpikir untuk menggunakan media video dan mengunggahnya ke youtube agar dapat diakses dan dilihat siswa kapanpun mereka bisa mengaksesnya.

Tantangan yang saya rasakan dalam pembuatan video layanan pembelajaran ini adalah dari dalam diri sendiri. Berulang kali saya selalu merasa tidak layak, tidak baik, selalu ada yang kurang dari video yang saya buat. Hal tersebut membuat saya lambat mengerjakan dan selalu mengulang-ulang apa yang saya lakukan. Hingga saya mengikuti webinar pembuatan video pembelajaran dari WIT, saya menemukan insight bahwa tidak perlu sempurna dalam membuat sebuat karya. Sebuah prototipe perlu dibuat untuk menghasilkan satu karya. Dari situ saya menguatkan tekad dan kembali mencoba membuat video pembelajaran. 

Saya membuat video layanan bimbingan konseling dengan aplikasi canva, membuat PPT materi layanan bimbingan konseling tentang Etika Bersosial Media. Setelah video tersebut jadi, saya melakukan rekaman untuk mengisi narasi dari PPT yang sudah jadi tadi. Terus terang sebenarnya saya merasa tidak percaya diri dengan video yang saya buat. Ketika mengunggahnya ke youtube sebenarnya tetap ada rasa malu dan bimbang bagaimana jika para siswa tidak menyukai video saya, bagaimana jika apa yang saya sampaikan tidak bisa ditangkap oleh siswa. Maka dari itu sesudah mengunggah video saya tidak langsung mengedarkan nya kepada siswa. Saya terlebih dahulu mengirimkan link video tersebut pada rekan guru dan meminta umpan balik darinya.  Rekan guru saya mengatakan bisa menangkap pesan yang saya berikan dalam video tersebut. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mengirimkan link pada para siswa. Hasilnya cukup mengejutkan, para siswa kelas 10 disekolah saya merasa sangat antusias, beberapa bahkan menanyakan kapan saya akan membuat kembali video pembelajaran.

Saya belajar dari pengalaman pembuatan video pembelajaran ini, bahwa tidak penting untuk membuat sebuah karya menjadi sempurna, yang lebih penting adalah jika karya tersebut segara diinisiasi dan diuji ketepatan fungsinya. Sejauh mana karya tersebut mampu membantu siswa belajar sesuai dengan tujuan pembuatan video pembelajaran tadi. Saya sadar masih memiliki banyak keterbatasan, namun dengan umpan balik positif dari siswa dan rekan kerja saya yakin akan mampu membuat video pembelajaran yang lebih baik lagi. Terimakasih WIT, sudah memberikan saya pelajaran berharga bagaimana memperhatikan kebutuhan belajar siswa, menginisiasi ide dan segera menwujudkannya.


Simak Video Pemaparan Ibu Aristanika