Game Asyik di Masa Daring

21 Nov 2021 | by Khodijah, S.Pd

Sejak Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat pandemi, murid-murid belajar di rumah. Semakin hari mereka semakin lesu saja belajar. Saya sudah mencoba berbagai model pembelajaran. Awalnya saya pikir supaya keren saya membuat blog ternyata yang membaca hanya 9 sampai dengan 18 murid dari jumlah 36 siswa per kelas. Total saya mengajar 5 kelas berarti hanya dibaca sektiar 52-100 murid. Artinya tidak sampai setengahnya. Tentu saja hal ini membuat saya prihatin sekaligus ngenes. Saya memutar otak “Bagaimana membuat murid saya kembali antusias walaupun tidak tatap muka dengan gurunya secara langsung?” Mereka melambat-lambatkan membaca teks yang diberikan atau menonton materi yang saya buat dalam bentuk kartun di youtube pribadi saya. Saya merasa gagal sebagai guru, padahal satu sisi saya sudah menginovasi yang kekinian. Ternyata tidak berterima bagi murid, karena PJJ sudah memasuki satu tahun.

Dengan kondisi ini saya mencoba menggali informasi melalui membaca. Membaca kebetulan adalah hobby saya yang sudah crazy. Saya membaca ajaran bagus dari Ali bin Abi Thalib ‘Didiklah anakmu sesuai jamannya!’ Saya tertantang untuk menemukan formula agar mereka kembali antusias. Apa yang ada di jaman mereka? Ya, tepat sekali ‘game’. Ditambah dari artikel yang saya baca, anak millenials sebagai generasi ‘Z’ suka dengan game-online. Sementara saya sendiri kurang suka game kecuali game bentuk berpikir seperti sudoku atau catur. Saya berpikir,  “Saya kan seorang guru yang bertanggung jawab akan keberhasilan dan kegembiraan murid saya sendiri.” Apakah saya tetap keukeuh tidak melirik game? Terjadi perang batin dalam diri saya sendiri.

“Ah, saya harus mengubah diri. Saya harus mengikuti zaman seperti yang dianjurkan sahabat Rasul. Asyik melihat-lihat instagram saya melihat sebuah iklan webinar ada pelatihan membuat game. “Mengapa tidak saya coba saja.” Walhasil setelah saya mengikuti cara membuat game dalam pembelajaran, saya seperti mendapat sebuah ide “Mengapa tidak saya coba di kelas saya.” Game word wall, memukau saya di awal diperkenalkan. “Apa sih word wall?” Begitu saya perang batin sendiri. Apakah murid saya suka? Sejuta pertanyaan ini-itu seperti virus impurna. Selain  mengikuti webinar yang selewatan. Saya menonton youtube membuat game word wall. Selain secara bersamaan saya mengikuti WIT 2021, membuat saya mendapatkan insight baru. Awal membuat saya masih memilih jenis quiz, tidak jauh dari ranah ‘comfort zone’ saya sebagai guru. Setelah satu kelas, saya coba lagi di kelas lain dengan memencet model permainan lain yakni ‘Maze’. Ternyata penguasaan bacaan dalam bentuk penggalan dikuasai murid secara inheren melalui game. Sekali dicoba akhirnya, beberap materi saya buat dalam bentuk game tidak sekadar word wall. Saya buat semua berbasis game seperti wizer.me. Saya menjadi suka game juga dan membangun kedekatan emosi dengan murid yang hanya kenal melalui daring saja, sekelumit tentang game yang saya mainkan ada dalam gambar berikut:

 Ternyata  mereka  keasyikan bermain dan meminta untuk diulang-ulang “Boleh tidak, Bu?” Mantap saya jawab, “Boleh sesuka kalian, dear sampai kalian memahami!” Sejak itu kesukaan murid akan game terintegrasi dalam pembelajaran. Murid-murid belajar memahami materi dari bermain game, lalu saat di g-meet tinggal mengkonfirmasi dan mengurai hal mana yang menjadi ketidakmengertian. Atau dengan kata lain seperti penguasaan unsur-unsur teks narrative dengan sendirinya menjadi mudah berterima bagi murid. Saya tidak menjadi pengajar jaman baheula. Hanya tinggal mengkonfirmasi, karena dengan strategi pembelajaran yang meng-intrusikan game dalam pembingkaian pengajaran saya murid mampu mengeksplorasi pengetahuannya sendiri. Murid menjadi mandiri dan bertanggung jawab belajar. Jika  pun ada murid-murid yang belum faham hanya minim jumlahnya. Itupun karena tidak ikut bermain fun-learning melalui game yang saya luncurkan di kelas daring. Dan mereka  akan bertanya “Bu, boleh dibuka lagi enggak game-nya supaya saya bisa paham?” Ya, mereka menjadi kembali bersemangat belajar karena interaktif dan dekat dengan dunia mereka. Hasil belajar pun menjadi meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

Simak Video bu Khodijah disini